Rabu, 09 Desember 2009

Guru PNS Dapat Rp 250.000/Bulan

Guru-guru berstatus pegawai negeri sipil yang belum mendapat tunjangan profesi akan mendapat tunjangan sebesar Rp 250.000 per bulan. Pemberian tunjangan tersebut diperhitungkan sejak Januari 2009 dan pembayarannya akan dirapel.
Demikian disampaikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan para guru yang hadir dalam peringatan Hari Guru Nasional 2009 dan Hari Ulang Tahun Ke-64 Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) di Jakarta, Selasa (1/12). Pernyataan Presiden itu langsung mendapat sambutan meriah dari perwakilan guru yang datang dari seluruh Indonesia yang hadir dalam acara peringatan tersebut.
"Pagi tadi saya sudah menandatangani Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2009 tentang Tambahan Penghasilan bagi Guru Pegawai Negeri Sipil. Besarnya Rp 250.000 per bulan, terhitung mulai Januari 2009. Dengan demikian, penghasilan guru terendah sekurang-kurangnya Rp 2 juta per bulan," kata Susilo Bambang Yudhoyono.
Pemerintah merencanakan 2,75 juta guru pegawai negeri sipil (PNS) dan swasta yang lolos sertifikasi akan mendapat tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok per bulan.
Menurut Presiden, tunjangan profesi saat ini baru dibayarkan kepada sekitar 350.000 guru. Adapun 2,1 juta guru lainnya yang berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional serta 400.000 guru di bawah Departemen Agama belum mendapat tunjangan profesi.
Adapun bagi guru non-PNS, yang jumlahnya sekitar 478.000 guru, pemerintah memberikan subsidi tunjangan fungsional sebesar Rp 200.000 per bulan. Sekitar 30.000 guru yang bertugas di daerah terpencil juga mendapatkan tambahan kesejahteraan.
Profesionalisme guru

Berbagai kebijakan yang diambil pemerintah, lanjut Presiden, merupakan upaya pemerintah untuk mengembangkan profesionalisme guru. "Tujuannya, untuk meningkatkan empat dimensi pendidikan, yakni keimanan, keilmuan, keterampilan, dan kepribadian," kata Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Selain itu, pemerintah juga berupaya meningkatkan kualifikasi para guru setara S-1 dan diploma IV dengan cara memberikan beasiswa.
Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Sulistiyo menyambut baik keputusan pemerintah yang terus berupaya meningkatkan kesejahteraan guru. Ke depannya Indonesia harus memiliki guru yang profesional, bermartabat, sejahtera, dan terlindungi.
"Tetapi, tetap jadi pekerjaan rumah bagi kami supaya ada ketentuan soal upah minimum regional (UMR) plus bagi guru. Jangan ada lagi guru yang dibayar Rp 100.000 per bulan. Kami berjuang supaya tahun depan UMR plus guru terwujud. Akhir Desember ini PGRI diajak pemerintah untuk membahas UMR guru," ujar Sulistiyo.
Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh mengatakan bahwa peningkatan kualitas pendidikan menjadi tantangan yang dihadapi guru saat ini. Para guru diminta untuk mengembangkan metodologi pembelajaran yang mengembangkan rasa ingin tahu terhadap pengetahuan, kreativitas, inovasi, dan kepribadian.

Keputusan MA Disambut Positif

Keputusan Mahkamah Agung (MA) per 26 November 2009 yang melarang ujian nasional (UN) disambut positif. Beberapa pengamat pendidikan di Banyumas menyatakan keputusan itu merupakan penegasan bahwa sistem pendidikan di Indonesia masih carut-marut.
Bukan hanya sistem evaluasi akhir berupa ujian nasional, beberapa faktor yang melingkupi seperti kompetensi dan distribusi guru, infrastruktur pendidikan, dan sistem kurikulum jauh dari ideal.
"Pendirian pemerintah yang menegaskan bahwa ujian nasional sebagai satu-satunya alat ukur kualitas dan pemetaan dunia pendidikan harus diperbarui," ujar Mahfuddin Yusuf, dosen pengampu kuliah filsafat pendidikan Islam di STAIN Purwokerto.
Dia mengemukakan pemerintah tak bisa menstandardisasi nilai secara nasional jika masih ada kesenjangan pendidikan antara antardaerah. "Jika tetap melakukan, itu lalim," ujarnya.
Persoalan ujian nasional, kata dia, adalah persolan bangsa.Karena tak hanya menyangkut bidang pendidikan, tetapi juga berimbas ke ekonomi, politik, sosial, serta pertahanan dan keamanan.
Infrastruktur pendidikan dan sistem pengajaran antara siswa di kota dan desa, ujar dia, merupakan alasan tersendiri mengapa ujian nasional perlu ditinjau ulang. Jika terus dipaksakan bukan meningkatkan kualitas pendidikan, justru memunculkan kecurangan baru secara massal.Salah Pemerintah "Siswa di kota bisa mengakses bimbingan belajar, internet, dan buku terbaru. Bandingkan dengan di desa, boro-boro warnet dan buku, pulang sekolah saja harus membantu orang tua di sawah," ucap dia.
Ini semua salah pemerintah yang terlalu berorientasi ke struktur pendidikan, bukan kultur pendidikan. Penyeragaman oleh pemerintah, tutur dia, hanya mengasingkan individu dalam sistem pendidikan.
"Seharusnya pemerintah menghargai potensi dan keragaman lokal. Beginilah jika otonomi pendidikan dilakukan setengah-setengah," katanya.
Ketua Forum Interaksi Guru Banyumas (Figurmas) Drs Yasito mengemukakan sistem evaluasi dalam pendidikan akhir tetap perlu. Namun harus diupayakan prasyarat dasar sebelum ujian nasional dilaksanakan.
Prasyarat itu adalah pemenuhan standar proses pendidikan, seperti prasarana dan sarana pendidikan yang memadai, distribusi dan kualitas guru, kurikulum pendidikan, dan lain-lain.
"Ujian nasional adalah tolok ukur kualitas pendidikan. Namun itu tak dapat dipaksakan selama pemerintah belum memenuhi hak dasar warga untuk memperoleh pelayanan pendidikan berkualitas," katanya.
Ujian nasional, kata dia, perlu diperbaiki secara mendasar. Bila tetap dipaksakan hanya akan jadi beban bagi siswa dan lembaga pendidikan.