Senin, 16 Maret 2009

SUPER SEMAR PALSU

SUPERSEMAR PALSU Dan Pahlawan Nasional Pemalsu Agung Oleh: Harsutejo
Seperti kita ketahui dalam pewayangan Jawa, Semar bukan sekadar ayah spiritual anak-anaknya yakni Gareng, Petruk dan Bagong, ia juga pengasuh para ksatria, lima ksatria Pandawa. Di samping itu Ki Semar juga merupakan aktualisasi atau penjelmaan Dewa dari kahyangan untuk ikut melempangkan kehidupan dunia manusia yang carut-marut. Ki Semar dan kerabatnya selalu membuat gara-gara dalam artian positif dalam adegan goro-goro ketika para penonton wayang kulit semalam suntuk mulai mengantuk maka mereka perlu dibangunkan dengan mengocok perut, berisi celetukan dan sekaligus kritik santai dan kocak tentang kehidupan sehari-hari. Ki Semar selalu memberikan pendapat dan nasehatnya yang bijak bukan saja kepada kerabatnya, utamanya juga kepada para ksatria yang resminya menjadi majikan tempat mereka mengabdi. > > Demikianlah Jenderal Suharto selama kekuasaannya mengidentifikasikan dirinya bukan saja pada tokoh Semar yang setengah dewa itu, tetapi juga sebagai Supersemar, Semar yang super. Supersemar alias Surat Perintah 11 Maret 1966 dari Presiden Sukarno berisi perintah yang menugaskan dirinya untuk menjamin keamanan dan ketenangan, menjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan Presiden Sukarno, melaksanakan dengan pasti ajaran BK. Selanjutnya melaporkan tugasnya kepada Presiden Sukarno. Semuanya diingkari oleh Jenderal Suharto dengan melakukan penindasan dan pembasmian lebih lanjut terhadap PKI dan kaum kiri serta seluruh pendukung BK, menangkap 15 orang menteri pembantu dan yang loyal kepadanya, tanpa pernah melaporkan serta mempertanggungjawab kan, bahkan untuk menjatuhkan Presiden Sukarno.> > Lebih lanjut Jenderal Suharto telah menyalahgunakan surat perintah ini menjadi alat melegitimasi seluruh tindakannya, bahkan kemudian dipakai sebagai alat pelimpah kekuasaan Presiden Sukarno kepada dirinya. Apa kata para pakar tentang hal ini? Pertama-tama menurut sejarawan Dr Asvi Warman Adam pada jam 10.00 pagi 11 Maret sudah ada permintaan untuk menyiapkan konsep pembubaran PKI dari Pangkopkamtib Jendral Suharto. Ini berarti sebelum terbitnya Supersemar isinya sudah diketahui. Dengan kata lain konsep kelanjutan SP itu apa pun juga isinya sudah ada di tangan Suharto. Sejarawan PJ Suwarno dari Sanata Dharma menyatakan Supersemar adalah mandat militer, mandat untuk melakukan operasi pengamanan, bukan mandat politik. Pembubaran PKI adalah masalah politik. Pendeknya Suharto telah menyalahgunakan surat perintah itu. Sedang pakar hukum tata negara Universitas Pajajaran, Sri Sumantri tak ragu menyatakan bahwa dengan demikian Suharto ketika itu melakukankudeta.> > Seperti disebut berdasar penelitian Benedict Anderson, Supersemar diketik di atas kop MBAD, maka mungkin sekali surat ini kemudian dihilangkan. Sebagai dikatakan BK kepada Hanafi yang menemuinya keesokan harinya di Bogor bahwa surat itu sudah mereka bawa dari Jakarta. Karena naskah itu sudah dipersiapkan dari Jakarta dan dibawa oleh Amirmakhmud cs, agaknya benar naskah aslinya pada kop MBAD. > > Agaknya itulah alasan kuat yang membuat nekat Suharto menghilangkan Surat Perintah 11 Maret 1966 untuk digantikan dengan dua versi palsu yang termuat dalam buku resmi terbitan Sekneg 30 Tahun Indonesia Merdeka jilid 3, termuat dua macam kopi Supersemar yang penampilan fisiknya amat berbeda. Dewasa ini keduanya disimpan di Arsip Nasional yang diserahkan oleh Sekretariat Negara dan satunya berasal dari Mabes ABRI dan diserahkan oleh Jenderal Faesal Tanjung sebagai Panglima ABRI. Kedua naskah itu diragukan keotentikannya karena terdiri dari dua versi dengan 23 butir perbedaan, alias palsu. Dalam hubungan ini usaha pihak ANRI untuk menemui mantan Presiden Suharto meski telah dijanjikan belum pernah berhasil sampai ia palastro.> > Menurut Amirmahmud SP tersebut diserahkan oleh Mayjen Basuki Rakhmad kepada Jendral Suharto di Kostrad. Informasi lebih rinci menyatakan malam hari 11 Maret 1966, Letnan Murdiono mendapat perintah dari atasannya Letkol Sudharmono untuk membuat konsep pembubaran PKI. Ketika mencari bahan ia mendapatkan hasil penggandaan Supersemar di Kostrad tanpa melihat aslinya. Menurut Aloysius Sugianto, pensiunan perwira intel Opsus, Supersemar terdiri dari dua lembar. Pada malam itu ia diperintahkan oleh atasannya Kolonel Ali Murtopo untuk memperbanyaknya. Ia mendatangi rekannya yang mempunyai kamera polaroid, [di Jakarta ketika itu belum ada mesin fotokopi] dengan kamera itulah surat tersebut digandakan. Selanjutnya hasilnya diserahkan kepada Jenderal Sucipto. Majyen (Purn) Kivlan Zen, putra Jenderal Sucipto, menemukan Supersemar dalam arsip almarhum ayahnya. Mendengar penemuan itu Jenderal Wiranto dan Hartono saling hendak memperolehnya. Selanjutnya surat itudiserahkan kepada Suharto oleh Jenderal Sugiono yang dikenalnya dekat. Demikian yang terungkap dalam Seminar Supersemar, 8 Maret 2007 di Jakarta.> > Jadi tangan terakhir yang memegang dokumen Supersemar ialah Jenderal Suharto, dialah yang bertangungjawab akan keberadaannya dan harus menyerahkan kembali ke Arsip Nasional. Apabila ia menolak atau tidak dapat menyerahkan dokumen itu ia dapat diancam hukuman sampai 10 tahun karena melanggar UU No.7/1971 tentang kearsipan. Dengan perkara "kecil" ini saja Suharto sudah dapat dijerat ke pengadilan untuk dijebloskan ke dalam penjara.> > Selama lebih dari 30 tahun negeri ini telah diperintah dan dirusak oleh rezim militer Orba Suharto antara lain berdasarkan barang palsu itu juga! Sejarah perlu dikupaskuliti untuk membongkar barang haram barang palsu. Ia memang patut diangkat sebagai Pahlawan Nasional Pemalsu Agung.